Selasa, 28 Januari 2014

upacara adat di papua

Diposting oleh Unknown di 1/28/2014 07:31:00 PM 1 komentar

Pesta Bakar Batu


Pesta Bakar Batu  mempunyai makna tradisi bersyukur yang unik dan khas. dan merupakan sebuah ritual tradisional Papua yang dilakukan sebagai bentuk ucapan syukur atas berkat yang melimpah, pernikahan, penyambutan tamu agung, dan juga sebagai upacara kematian. Selain itu, upacara ini juga dilakukan sebagai bukti perdamaian setelah terjadi perang antar-suku.
Sesuai dengan namanya, dalam memasak dan mengolah makanan untuk pesta tersebut, suku-suku di Papua menggunakan metode bakar batu. Tiap daerah dan suku di kawasan Lembah Baliem memiliki istilah sendiri untuk merujuk kata bakar batu. Masyarakat Paniai menyebutnya dengan gapii atau ‘mogo gapii‘, masyarakat Wamena menyebutnya kit oba isago, sedangkan masyarakat Biak menyebutnya dengan barapen. Namun tampaknya barapen menjadi istilah yang paling umum digunakan.
Pesta Bakar Batu juga merupakan ajang untuk berkumpul bagi warga. Dalam pesta ini akan terlihat betapa tingginya solidaritas dan kebersamaan masyarakat Papua. Makna lain dari pesta ini adalah sebagai ungkapan saling memaafkan antar-warga.
Prosesi Pesta Bakar Batu biasanya terdiri dari tiga tahap, yaitu tahap persiapan, bakar babi, dan makan bersama. Tahap persiapan diawali dengan pencarian kayu bakar dan batu yang akan dipergunakan untuk memasak. Batu dan kayu bakar disusun dengan urutan sebagai berikut, pada bagian paling bawah ditata batu-batu berukuran besar, di atasnya ditutupi dengan kayu bakar, kemudian ditata lagi batuan yang ukurannya lebih kecil, dan seterusnya hingga bagian teratas ditutupi dengan kayu. Kemudian tumpukan tersebut dibakar hingga kayu habis terbakar dan batuan menjadi panas. Semua ini umumnya dikerjakan oleh kaum pria.
Pada saat itu, masing-masing suku menyerahkan babi. Lalu secara bergiliran kepala suku memanah babi. Bila dalam sekali panah babi langsung mati, itu merupakan pertanda bahwa acara akan sukses. Namun bila babi tidak langsung mati, diyakini ada yang tidak beres dengan acara tersebut. Apabila itu adalah upacara kematian, biasanya beberapa kerabat keluarga yang berduka membawa babi sebagai lambang belasungkawa. Jika tidak mereka akan membawa bungkusan berisi tembakau, rokok kretek, minyak goreng, garam, gula, kopi, dan ikan asin. Tak lupa, ketika mengucapkan belasungkawa masing-masing harus berpelukan erat dan berciuman pipi.

Memanah Babi
Di lain tempat, kaum wanita menyiapkan bahan makanan yang akan dimasak. Babi biasanya dibelah mulai dari bagian bawah leher hingga selangkang kaki belakang. Isi perut dan bagian lain yang tidak dikonsumsi akan dikeluarkan, sementara bagian yang akan dimasak dibersihkan. Demikian pula dengan sayur mayur dan umbi-umbian.
Kaum pria yang lainnya mempersiapkan sebuah lubang yang besarnya berdasarkan pada banyaknya jumlah makanan yang akan dimasak. Dasar lubang itu kemudian dilapisi dengan alang-alang dan daun pisang. Dengan menggunakan jepit kayu khusus yang disebut apando, batu-batu panas itu disusun di atas daun-daunan. Setelah itu kemudian dilapisi lagi dengan alang-alang. Di atas alang-alang kemudian dimasukan daging babi. Kemudian ditutup lagi dengan dedaunan. Di atas dedaunan ini kemudian ditutup lagi dengan batu membara, dan dilapisi lagi dengan rerumputan yang tebal.

Menata Batu Menggunakan Apando
Setelah itu, hipere (ubi jalar) disusun di atasnya. Lapisan berikutnya adalah alang-alang yang ditimbun lagi dengan batu membara. Kemudian sayuran berupa iprika atau daun hiperetirubug (daun singkong), kopae (daun pepaya), nahampun (labu parang), dantowabug atau hopak (jagung) diletakkan di atasnya. Tidak cukup hanya umbi-umbian, kadang masakan itu akan ditambah dengan potonganbarugum (buah). Selanjutnya lubang itu ditimbun lagi dengan rumput dan batu membara. Teratas diletakkan daun pisang yang ditaburi tanah sebagai penahan agar panas dari batu tidak menguap.
Sekitar 60 hingga 90 menit masakan itu sudah matang. Setelah matang, rumput akan dibuka dan makanan yang ada di dalamnya mulai dikeluarkan satu persatu, kemudian dihamparkan di atas rerumputan. Sesudah makanan terhampar di atas, ada orang yang akan mengambil buah merah matang. Buah itu diremas-remas hingga keluar pastanya. Pasta dari buah merah dituangkan di atas daging babi dan sayuran. Garam dan penyedap rasa juga ditaburkan di atas hidangan.
Kini tibalah saatnya bagi warga untuk menyantap hidangan yang telah matang dan dibumbui. Semua penduduk akan berkerumun mengelilingi makanan tersebut. Kepala Suku akan menjadi orang pertama yang menerima jatah berupa ubi dan sebongkah daging babi. Selanjutnya semua akan mendapat jatah yang sama, baik laki-laki, perempuan, orang tua, maupun anak-anak. Setelah itu, penduduk pun mulai menyantap makanan tersebut.

Menikmati Sepotong Daging Babi
Pesta Bakar Batu merupakan acara yang paling dinantikan oleh warga suku-suku pedalaman Papua. Demi mengikuti pesta ini mereka rela menelantarkan ladang dangan tidak bekerja selama berhari-hari. Selain itu, mereka juga bersedia mengeluarkan uang dalam jumlah yang besar untuk membiayai pesta ini.
Pesta ini sering dilaksanakan di kawasan Lembah Baliem, Distrik Wamena, Kabupaten Jayawijaya, Papua, Indonesia.
Namun, kepastian titik lokasi dilaksanakannya  ini tidak menentu. Jika sebagai upacara kematian maupun pernikahan, pesta ini akan dilaksanakan di rumah warga yang memiliki hajatan. Namun, bila upacara ini sebagai ucapan syukur atau simbol perdamaian biasanya akan dilaksanakan di tengah lapangan besar.

Pesta Bakar Batu di Lapangan
Kondisi geografis Papua yang sebagian besar berupa hutan, perbukitan, serta pegunungan, menyebabkan akses menuju lokasi diadakannya  menjadi sulit. Bagi Anda yang ingin pergi ke Papua, Anda dapat menggunakan transportasi laut maupun udara. Inilah daftar kapal yang berlayar menuju Papua:
  • KM Dorolonda berlayar dari Surabaya, Makassar, Kupang, Ambon, Fakfak, Sorong, Manokwari, Jayapura.
  • KM Nggapulu berlayar dari Jakarta, Surabaya, Balikpapan, Pantolan, Bitung, Ternate, Sorong, Manokwari, Nabire, Serui, Biak, dan Jayapura.
  • KM Labobar berlayar dari Batam, Jakarta, Surabaya, Makassar, Sorong, Manokwari, Nabire, dan Jayapura.
  • KM Sinabung yang berlayar dari Jakarta, Semarang, Surabaya, Makassar, Bau-bau, Banggai, Bitung, Ternate, Sorong, Manokwari, Biak, Serui, Jayapura.
Sedangkan bagi Anda yang ingin menggunakan transportasi udara, Anda dapat menggunakan jasa maskapai penerbangan Garuda Indonesia Airline (GIA), Merpati Nusantara Airline (MNA), Air Efata, Batavia Air, Express Air, dan Trigana Air dari Jakarta, Surabaya, serta Makassar.
Jika sudah sampai di Papua, Anda dapat meneruskan perjalanan menggunakan pesawat-pesawat kecil yang melayani penerbangan ke daerah-daerah pedalaman. Selain itu Anda juga dapat menggunakan mobil off-road sewaan.
Pengunjung yang ingin menyaksikan pesta ini tidak dipungut biaya. Namun, jika yang didatangi adalah pesta untuk upacara kematian, maka biasanya tamu membawa buah tangan.
Biasanya, Pesta Bakar Batu ini dilaksanakan di tempat-tempat terpencil, oleh karena itu sulit untuk mendapatkan fasilitas yang memadai. Namun, setidaknya di Kota Wamena, telah berdiri beberapa penginapan yang dapat Anda sewa. Untuk masalah makan Anda juga tidak perlu khawatir, karena di kota ini juga terdapat banyak rumah makan.
Untuk transportasi, Anda dapat menggunakan pesawat-pesawat kecil yang melayani penerbangan hingga jauh ke daerah pedalaman. Selain itu, di Kota Wamena juga terdapat penyewaan kendaraan roda empat. Jika Anda tidak memiliki kerabat ataupun kenalan yang bisa memandu Anda, Anda dapat memanfaatkan biro perjalanan yang ada di Kota Wamena.

Kamis, 23 Januari 2014

tradisi di papua

Diposting oleh Unknown di 1/23/2014 07:26:00 PM 0 komentar

Tradisi Potong Jari Di PapuaApakah ungkapan kesedihan yang dipertunjukkan oleh seseorang yang kehilangan anggota keluarganya. Menangis, barang kali itu yang paling sering kita jumpai. Bagi umumnya masyarakat pengunungan tengah dan khususnya masyarakat Wamena ungkapan kesedihan akibat kehilangan salah satu anggota keluarga tidak hanya dengan menangis saja.
Biasanya mereka akan melumuri dirinya dengan lumpur untuk jangka waktu tertentu. Namun yang membuat budaya mereka berbeda dengan budaya kebanyakan suku di daerah lain adalah memotong jari mereka.Hampir sama dengan apa yang dilakukan oleh para Yakuza (kelompok orangasasi garis keras terkenal di Jepang) jika mereka telah melanggar aturan yang telah ditetapkan oleh organisasi atau gagal dalam menjalankan misi mereka. Sebagai ungkapan penyesalannya, mereka wajib memotong salah satu jari mereka. Bagi masyarakat pengunungan tengah, pemotongan jari dilakukan apabila anggota keluarga terdekat seperti suami, istri, ayah, ibu, anak, kakak, atau adik meninggal dunia.Pemotongan jari ini melambangkan kepedihan dan sakitnya bila kehilangan anggota keluarga yang dicintai. Ungkapan yang begitu mendalam, bahkan harus kehilangan anggota tubuh. Bagi masyarakat pegunungan tengah, keluarga memiliki peranan yang sangat penting. Bagi masyarakat Balim Jayawijaya kebersamaan dalam sebuah keluarga memiliki nilai-nilai tersendiri.
pemotongan jari itu umumnya dilakukan oleh kaum ibu. Namun tidak menutup kemungkinan pemotongan jari dilakukan oleh anggota keluarga dari pihak orang tua laki-laki atau pun perempuan. Pemotongan jari tersebut dapat pula diartikan sebagai upaya untuk mencegah ‘terulang kembali’ malapetaka yang telah merenggut nyawa seseorang di dalam keluarga yang berduka.
Seperti kisah seorang ibu asal Moni (sebuah suku di daerah Paniai), dia bercerita bahwa jari kelingkingnya digigit oleh ibunya ketika ia baru dilahirkan. Hal itu terpaksa dilakukan oleh sang ibu karena beberapa orang anak yang dilahirkan sebelumnya selalu meninggal dunia. Dengan memutuskan jari kelingking kanan anak baru saja ia lahirkan, sang ibu berharap agar kejadian yang menimpa anak-anak sebelumnya tidak terjadi pada sang bayi. Hal ini terdengar sangat eksrim, namun kenyataannya memang demikian, wanita asal Moni ini telah memberikan banyak cucu dan cicit kepada sang ibu.Pemotongan jari dilakukan dengan berbagai cara. Ada yang memotong jari dengan menggunakan alat tajam seperti pisau, parang, atau kapak. Cara lainnya adalah dengan mengikat jari dengan seutas tali beberapa waktu lamanya sehingga jaringan yang terikat menjadi mati kemudian dipotong.
Namun kini budaya ‘potong jari’ sudah ditinggalkan. sekarang jarang ditemui orang yang melakukannya beberapa dekade belakangan ini. Yang masih dapat kita jumpai saat ini adalah mereka yang pernah melakukannya tempo dulu. Hal ini disebabkan oleh karena pengaruh agama yang telah masuk hingga ke pelosok daerah di Papua.

Rabu, 22 Januari 2014

makanan pokok penduduk papua

Diposting oleh Unknown di 1/22/2014 07:26:00 PM 0 komentar

makanan pokok penduduk papua

Papeda

Apabila anda mengunjungi daerah tertentu, maka anda tentunya ingin menikmati makanan khas daerah tersebut. Makanan pokok orang Papua yang hidup di Wamena (suku Lembah Baliem dan suku Dani) adalah “Ifere” atau disebut juga “petatas”, yang berasal dari umbi-umbian.
Papeda yang telah siap untuk dimakanKali ini saya akan menceritakan makanan pokok orang Papua, yang terbuat dari sagu dan disebut Papeda. Apa dan bagaimana caranya membuat Papeda? Papeda berasal dari tepung yang diaduk-aduk sambil dituangi air mendidih, sampai terbentuk adonan yang menyatu, seperti “gulali” dan siap untuk dimakan.
Papeda dimakan bersama kuah ikan kuning (ikan yang dimasak, dengan kuah yang berwarna kuning). Sebetulnya yang membuat sedap adalah kuah ikannya, karena Papeda sendiri sebagaimana halnya pengganti nasi, dimakan bersama lauknya. 
Cara mengambil Papeda menggunakan sumpit yang dipegang oleh kedua tangan, diputar dengan cepat sehingga menyerupai gulungan, terputus dari Papeda yang ada dimangkok, kemudian dituang dalam piring, serta diberi kuah ikan kuning. Bagi orang yang sudah terbiasa, cara memakannya sebagaimana orang memakan bubur ayam, bisa langsung diseruput. Namun bagi orang luar Papua, disarankan agar mengambil Papeda sedikit saja, langsung diberi kuah ikan kuning, didorong dan langsung ditelan tanpa dikunyah

.Papeda dan kuah ikan kuning
“Mengapa?”, tanya saya pada teman yang dari Papua. “Karena ibu belum terbiasa, dan agar tak sakit perut, karena sagu yang digunakan untuk Papeda adalah sagu yang masih belum ada campurannya, baunya cukup menyengat, berwarna coklat,”kata teman saya dari Papua.
Saya menceritakan tip yang saya peroleh dari teman Papua tadi, pada teman yang berasal dari Denpasar. Tapi dia mengatakan…”Ah, ini kali kedua saya makan Papeda”, jawabnya. Betul, dia sangat menikmati Papeda, tangannya dengan terampil menggulung adonan Papeda dengan sumpit di kedua tangannya, dan langsung di tuang ke piringnya. Dia juga menertawakan saya karena kikuk, dan nggak bisa mengambil Papeda dengan sumpit. Selanjutnya dia makan dengan lahap, seolah-telah telah terbiasa makan Papeda berulang kali. Saya tanya…”Enak?”, dia mengangguk. Mulailah saya mencoba, Papeda yang ada dipiring saya gulung kecil, kemudian diberi sesendok kuah ikan, dan langsung digelontorkan kemulut tanpa dikunyah. Hmm.. sedaap…tapi bau sagunya memang agak menyengat.
Saya tak berani makan banyak, takut perutnya kaget, jadi saya mengambil piring lagi, dan makan nasi dengan lauknya. Apa yang terjadi? Besok paginya temenku mengeluh sakit perut, dan bolak balik kebelakang, mungkin perutnya kaget. Syukurlah tak terjadi apa-apa.
Bagi anda yang belum pernah menikmati Papeda, sebaiknya ikuti saran teman saya dari Papua. Mulailah dicoba makan sedikit demi sedikit, dicampur kuah ikan, langsung digelontorkan kemulut tanpa ditelan. Nanti jika telah terbiasa, dan perut tak kaget lagi, barulah makan menggunakan sumpit dan diseruput.

Selasa, 21 Januari 2014

wisata papua barat

Diposting oleh Unknown di 1/21/2014 10:51:00 PM 0 komentar

wisata papua barat 


Inilah tempat tepat untuk Anda menikmati keindahan alam dan bawah air yang dikenal sebagai surga bawah laut. Memiliki warisan budaya yang menarik, pemandangan situs lukisan kuno di tebing karang, atau melihat atraksi langka mamalia raksasa di sekitar perairan.
Nama Papua mengacu pada sebagian barat Pulau Papua. Provinsi Papua juga dikenal dengan nama Irian Jaya Barat. Batas geografis provinsi ini adalah Samudera Pasifik di utara; Laut Seram di barat; Laut Banda di selatan; dan provinsi Papua di timur. 
Secara administratif, Provinsi Papua Barat terdiri dari 12 kabupaten dan 1 kotamadya yaitu kabupaten Fak-fak, Kaimana, Teluk Wondama, Teluk Bintuni, Manokwari, Sorong Selatan, Sorong dan, Pegunungan Arfak, Manokwari Selatan Raja Ampat serta kotamadya Sorong. Provinsi ini memiliki 103 kecamatan, 47 desa dan 1153 kampung.
Papua Barat adalah Provinsi dengan Ibu kota Manokwari, dan mempunya banyak sekali obyek wisata antara lain obyek Wisata Alam, Wisata Sejarah, Wisata Budaya, Wisata Minat Khusus, Wisata Kuliner, Wisata Olah Raga, Wisata Belanja , dari sekian banyak obyek Wisata Papua Barat yang sangat terkenal yaitu obyek wisata alam Perairan Raja Ampat, Pulau Mansinam, Situs Purbakala Tapurarang, dan Teluk Triton.
Provinsi ini juga memiliki potensi sumber daya alam yang berlimpah ruah meliputi perkebunan, pertambangan, hasil hutan, dan eko-wisata. Mutiara dan rumput laut merupakan barang pokok dalam perdagangan di kabupaten Raja Ampat. Sedangkan kabupaten Sorong Selatan merupakan satu-satunya penghasil kain tenun tradisional yang unik yang disebut baju timor.
Papua Barat memiliki Taman Nasional Teluk Cendrawasih yang terletak di Kabupaten Teluk Wondama dan merupakan wisata alam utama di Papua Barat. Taman Nasional Teluk Cendrawasih membentang dari timur Semenanjung Kwatisore sampai utara Pulau Rumberpon dengan panjang garis pantai 500 km, luas darat mencapai 68.200 ha, luas laut 1.385.300 ha dengan rincian 80.000 ha kawasan terumbu karang dan 12.400 ha lautan.
Tentunya di sinilah jangan sampai Anda terlewat datang untuk menikmati keindahan pantai dalam wisata bahari di Raja Ampat.
Di Papua Barat juga telah ditemukan oleh tim ekspedisi speologi Perancis sebuah gua yang diklaim sebagai gua terdalam di dunia. Gua ini diperkirakan mencapai kedalaman 2000 meter. Terletak di kawasan Pegunungan Lina, Kampung Irameba, Distrik Anggi, Kabupaten Manokwari.
Kawasan pegunungan di Papua Barat masih menyimpan misteri kekayaan alam dan keindahan yang sangat mengagumkan.
 
Pegunungan Arfak yang berada di ‘kepala-otak burung Papua’ adalah sebuah kawasan cagar alam dengan luas mencapai 68.325 hektar dengan ketinggian mencapai 2940 meter di atas permukaan laut. Cagar alam pegunungan Arfak berada di Kabupaten Manokwari, Propinsi Papua Barat. Membentang di antara Distrik Menyambouw Warmare, Ransiki, Anggi dan Oransbari. Wilayah ini hanya berjarak kira-kira 35 km dari kota Manokwari.

 

 

 

 

Sabtu, 18 Januari 2014

kerajinan khas papua barat

Diposting oleh Unknown di 1/18/2014 11:28:00 PM 0 komentar
Noken, tas khas Papua (foto: vogelkoppapua.org)



Noken, Tas Khas Papua



Hal tersebut juga terjadi pada perempuan Papua, khususnya Papua Barat yang memiliki tas tradisional bernama Noken. Tas tersebut memiliki simbol kehidupan yang baik, perdamaian, dan kesuburan.

Noken merupakan kerajinan tangan khas Papua berbentuk seperti tas. Ada 250 etnis dan bahasa di Papua, namun semua suku memiliki tradisi kerajinan tangan Noken yang sama. Fungsi Noken sangat beragam. Namun, Noken biasa dipakai untuk membawa barang seperti kayu bakar, tanaman hasil panen, sampai barang-barang belanjaan. Noken yang kecil biasa dipakai untuk membawa kebutuhan pribadi. Tak hanya itu, Noken juga dipakai dalam upacara dan sebagai kenang-kenangan untuk tamu.

Berbagai suku di Papua dan Papua Barat menyebut noken dengan berbagai nama. Kayu yang digunakan sebagai bahan baku juga berbeda-beda. Ada kulit kayu pohon Manduam, pohon Nawa bahkan anggrek hutan. Noken berbahan benang nilon dan serat kulit kayu tersebut dijual dengan harga rata-rata Rp 100 ribu - Rp 300 ribu tergantung ukuran. Warna-warni nan ceria dari tas ini menjadi kekhasan tersendiri.

Yang menarik dari Noken ini adalah hanya orang Papua saja yang boleh membuat Noken. Membuat Noken sendiri dahulu bisa melambangkan kedewasaan si perempuan itu. Karena jika perempuan papua belum bisa membuat Noken dia tidak bisa dianggap dewasa dan itu merupakan syarat untuk menikah. Dahulu Noken dibuat karena suku Papua membutuhkan sesuatu yang dapat memindahkan barang ke tempat yang lain. Tapi sekarang para wanita di Papua sudah jarang yang bisa membuat Noken padahal itu adalah warisan budaya yang menarik.

Sampai noken Papua dinominasikan dalam Daftar yang Membutuhkan Perlindungan Mendesak karena dianggap sebagai ikon khas Papua yang mulai ditinggalkan masyarakat.

Kamis, 16 Januari 2014

Rumah Tradisional Papua Barat

Diposting oleh Unknown di 1/16/2014 10:39:00 PM 0 komentar

Rumah Tradisional Provinsi Papua Barat

Papua yang dulunya bernama Irian Jaya ini memang selalu penuh dengan keunikan tersendiri.  Tidak hanya pesona alamnya yang luar biasa tapi juga keragaman dari suku dan penduduk aslinya.  Rumah Adat Papua yang terkenal adalah rumah adat Honai.
Jangan heran lho kalau di Papua ini ternyata ada lebih dari 300 suku aslinya.  Karena hidupnya masih berkelompok dan sebagian masih nomaden atau berpindah-pindah tempat, kebanyakan dari suku di Papua ini tidak dapat ditemui dalam satu tempat saja.

Rumah adat Provinsi Papua dan Papua Barat memiliki bentuk dan nama yang sama; disebut rumah adat papua. Sebenarnya rumah adat Papua hanya satu bentuk, walaupun berbeda suku dengan bahasa dan cara hidup yang berbeda pula.  Rumah Honai ini ini terbuat dari kayu dan jerami, dimana bahan-bahannya ini mudah sekali diperoleh dari alam sekitar.
Satu rumah adat Papua digunakan untuk satu kelompok besar yang terdiri dari beberapa keluarga.  Laki-laki maupun perempuan dan anak-anak tinggal dan tidur dalam satu rumah.  Atau bisa juga dalam satu rumah terdiri dari satu kepala keluarga dengan beberapa istri dan anak-anak.  Ini menandakan kebersamaan.
Hanya saja, bagi orang Papua, ternak merupakan harta kekayaan yang paling berharga.  Ternak itu adalah babi.  Hewan ini ikut tinggal dan tidur bersama mereka di dalam rumah.  Nah, bisa Anda bayangkan betapa penuhnya satu rumah tersebut !
Rumah adat Papua ini berbentuk lingkaran dengan atap yang sedikit menjulang di tengahnya seperti setengah tempurung kelapa.  Bentuk atapnya yang unik karena bagian dalamnya dibuat bertingkat di sisi atas yang di gunakan sebagai tempat tidur.
Pintu rumah adat Papua ini hanya satu dan kecil.  Biasanya mereka tidak membuat jendela ataupun lubang ventilasi yang lain.  Hal ini disebabkan untuk menghindar dari binatang buas dan untuk menjaga agar suhu dalam ruangan rumah tidak terlalu dingin.
Di dalam ruangan, tepat di tengah ruangan terdapat tungku api yang berfungsi sebagai tempat masak juga sebagai pemanas ruangan.  Disinilah tempat berkumpulnya keluarga.
Wisata Rumah Adat Papua
obyek wisata yang menarik wisatawan.  Tidak heran jika rumah adat Papua kini dengan mudah bisa kita temui di daerah yang terdekat.

Selasa, 14 Januari 2014

Tari Tradisional Papua Barat (manokwari)

Diposting oleh Unknown di 1/14/2014 12:05:00 PM 0 komentar


Tari Perang

   Tari Perang adalah salah satu nama tarian yang berasal dari Papua Barat. Tarian ini melambangkan kepahlawanan dan kegagahan rakyat Papua. Tarian ini biasanya dibawakan oleh masyarakat pegunungan. Digelar ketika kepala suku memerintahkan untuk berperang, karena tarian ini mampu mengobarkan semangat. Papua adalah salah satu provinsi di Indonesia yang memiliki jumlah keragaman adat, suku dan budaya yang terbanyak. Dari hasil pengumpulan data oleh tim yang dibentuk kepala Dinas Kebudayaan dan Provinsi Papua dan setelah di seleksi dan ditetapkan melalui seminar yang melibatkan tokoh Adat, tokoh Agama, tokoh Perempuan, tokoh Pemuda dan tokoh Masyarakat mewakili 7 wilayah adat yaitu: Wilayah Adat Mamta, Wilayah Adat Saireri, Wilayah Adat Bomberai, Wilayah Adat Domberai, Wilayah Adat Ha-Anim, Wilayah Adat La-Pago, Wilayah Adat Mi-Pago, ternyata sebanyak 248 suku. Penetapan jumlah 248 suku asli ini merupakan data informasi sementara dan terbaru.
Dari keragaman jumlah ini, kita bisa membayangkan betapa kaya akan sumber penelitian bagi para akademisi antropologi, budayawan, seniman dll. Dalam dunia seni pertunjukan, perkembangan tari di Indonesia berhubungan erat dengan perkembangan masyarakat. James R. Brandon (1967) membagi perkembangan pertunjukan di Asia Tenggara dapat dibagi menjadi 4 periode yaitu: Periode pra-sejarah, sekitar 2500SM-100M. Periode masuknya kebudayaan India, 100-1000. Periode masuknya pengaruh Islam, 1300-1750. Periode masuknya negara barat, 1750-akhir perang dunia ke-2.
Dilihat dari segi antropologi budaya di Papua, dan analisis perkembangan seni tari di Asia Tenggara, Tari Perang dari masyarakat Papua Barat ini mengarah pada karya seni pertunjukkan periode prasejarah. Masyarakat Papua, hingga hari ini tetap menjaga dan melestarikan tarian ini sebagai bentuk penghormatan terhadap nenek moyang dan harga diri sebuah bangsa atau suku. Hal ini menunjukkan bahwa perkembangan masyarakat dan keseniannya tidak merupakan perkembangan yang terputus satu sama lain, melainkan saling berkesinambungan. Mereka percaya bahwa sejak dahulu nenek moyang masyarakat Papua selalu berharap, bahwa budaya yang telah diwariskan kepada setiap generasi tidak luntur, tidak tenggelam dan tidak terkubur oleh berbagai perkembangan zaman yang kian hari kian bertambah maju. Seperti halnya budaya tarian-tarian yang telah mereka ciptakan dengan berbagai gelombang kesulitan, kesusahan dan keresahan tidak secepat dilupakan oleh generasi berikutnya.
Banyak catatan yang mengisahkan peperangan antar suku di Papua pada jaman pra-sejarah, seperti tarian perang Velabhea, yaitu tarian yang mengisahkan perang suku di Sentani. Masyarakat Papua menggunakan tarian perang untuk memberi dorongan spiritual dalam menghadapi peperang. Namun seiring perkembangan zaman dan peraturan pemerintah yang melarang keras adanya peperangan antar suku, tarian ini kini hanya menjadi tarian penyambut tamu undangan.
Tarian perang Papua ini termasuk dalam tarian grup, atau bahkan bisa menjadi tarian kolosal. Karena tidak ada batasan jumlah penari. Seperti umumnya tarian di Papua, tarian perang pun diringi tifa dan alat musik lainnya, yang menjadi pembeda adalah lantunan lagu-lagu perang pembangkit semangat. Dengan mengenakan busana tradisional, seperti manik-manik penghias dada, rok yang terbuat dari akar, dan daun-daun yang disisipkan pada tubuh menjadi bukti kecintaan masyarakat Papua pada alam.

 

vana fauziah Template by Ipietoon Blogger Template | Gadget Review